Tuesday, 25 August 2015

Mengelola Sebuah Brand - Studi Kasus De Juice Malang




Pelayanan yang cukup baik serta bersih 

Sebuah brand harus bisa men-delevry janji-janjinya kepada audiencenya. Ketika brand bisa mempertahankan janji-janjinya maka konsumen atau audiencenya akan loyal terhadap brand tersebut.

Seperti  De juice, mungkin temen-temen kampus umm uda ngga asing lagi sama warung  juice satu ini, terletak di jl. Tirto Utomo depan kampus tiga UMM.  Dengan menggunakan “ The Real Juice” sebagai slogannya mendukung value brand De Juice menjadikan kekuatan brand semakin kuat.

Menu yang beranekargam setra unik
Beberapa alasan kenapa banyak mereka yang lebih memilih membeli juice di De ‘Juice yaitu  : karena kualitas buah cukup baik di tambah aneka menu yang cukup unik serta banyak menjadikan banyak mahasiswa membeli juice di tempat yang satu ini.
Untuk masalah harga saya kira masih terbilang standard mulai harga 6k-15k dengan pelayanan yang cukup baik seperti wadah yang tak mudah tumpah menjadikan nilai tersendiri dalam brand “ De Juice “.

tetapi ada bebreapa hal yang menjadi sedikit kelemahan daripada juice ini menurut saya yaitu rasa yang terlalu manis yang membuat rasa buah aslinya kurang terasa, biasanya saya selalu meminta gulanya sedikit saja.

tetapi branding sebuah brand akan tetap dinilai baik ketika nilai-nilai produk atau brand tersebut di dominasi nilai positif termasuk dari service (pelayanan), tampilan, kebersihan dan masih banyak lagi.


mungkin kali ini sedikit review dari studi kasusnya.
semoga membantu
terimakasih.

 Keep share and touch !
Bermacam-macam buah segar
View depan nampak samping dikit
   


Thursday, 30 July 2015

Mengapa Setiap Orang Harus Mem-Branding dirinya?

http://zoliro.com/wp-content/uploads/2015/03/developing-personal-branding.png

Personal Branding itu Penting!

            Salam Marketer! Teman-teman kali ini saya ingin sharing tentang kesalahan umum seputar personal branding serta pentingya personal branding. Sebenarnya apa sih personal branding? Untuk apa personal branding? Branding kan pencitraan, pasti cuman pura-pura saja, saya tidak perlu di branding, saya bukan artis, dsb. Banyak sekali disekitar kita yang menyalah artikan personal branding, sebagai arti maupun fungsinya. Dalam buku “ Personal Branding yang dikarang Ibu Amalia E. Maulana Ph.D. beliau menjelaskan tentang berbagai macam hal terkait personal branding. Sebenarnya personal branding secara tidak langsung telah kita lakukan sehari-sahari tanpa kita sadari, misalnya ketika kita berkenalan dengan orang yang baru kita kenal, bagaimana kita memperlihatkan kesan pertama kita kepada orang tersebut sangatlah penting. Kesan awal pertemanan akan membentuk sebuah  Brand atau citra kita di benak orang lain.

            Banyak pengertian yang salah kaprah yang sering kita dengar dari orang lain bahwa pencitraan adalah hal yang palsu belaka, itu salah besar ! karena kesalahan bukan pada pencitraanya tetapi pada para pelakunya yang salah langkah, karena pencitraan yang tidak sesuai dengan janji-janjinya itu bukan personal branding yang direkomendasikan. Pencitraan harus dilakukan secara tulus, yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya, menggambarkan janji yang bisa ditepati.

            Oleh karena itu branding yang baik adalah branding yang bisa membentuk, menjalankan dan menepati janji-janjinya dikalangan stake holdernya, etah itu bersifat jangka pendek ataupun jangka panjang. Brand yang baik akan selalu ditunggu-tunggu oleh para stake holdernya bagaimana tidak, mereka yang memiliki brand dalam dirinya akan selalu memberikan benefit of value dari personal brandnya. Misalnya, ketika kita melihat banyaknya poster-poster caleg yang ada di lingkungan sekitar kita maka kita akan sering melihat nama mereka terpampang mereka selalu berlomba untuk memberikan sebanyak-banyaknya poster di jalanan atau di lingkungan lain. Kesalahanya adalah adanya mismatch antara caleg kepada voters bahwa dalam pengenalan seperti itu kurang memberikan pemahaman yang cukup kepada audience bahwa mereka layak untuk di pilih. Seharusnya mereka memikirkan tentang siapa diri mereka? Bagi terget audience yang mana mereka merupakan solusi dari permasalahan?, dan mengapa mereka adalah solusi dari permasalahan voter?.
Terimakasih, sekian dulu dari saya semoga review saya dari buku “ Personal Branding “– Amalia E. Maulana Ph.D.  membantu teman-teman untuk lebih memahami personal branding.
Salam Marketer !  


Tuesday, 30 June 2015

Invention dan Inovasi - Review dari tulisan Ibu Amalia Maulana






Selamat Malam, di bulan Ramadhan Alhamdulillah kali ini bisa posting lagi semoga apa saja yang kita lakukan menjadi bermanfaat dan barokah ammin. Sedikit ulasan saya terhadap tulisan Ibu Amalia Maulana di salah satu media portal indonesia.

       Dalam pengololaan sebuah kota tentunya kita tak bisa lepas dari  berbagai fasilitas yang di suguhkan kepada masyarakat. Fasilitas umum yang telah banyak kita  jumpai seperti  tempat duduk umum sampai fasilitas yang lebih besar, alun-alun contohnya. Dalam penyediaan fasilitas umum tentunya kita di tuntut untuk dapat memberikan manfaat dari fasilitas yang kita “suguhkan”. Sperti yang dikatakan oleh ibu Amalia melalui tulisanya di koran Sindo : “Innovation bermakna sebuah temuan baru yang mempertimbangkan aspek komersialisasi dan kegunaan bagi audiensnya nanti.” Beliau menjelaskan tentang bagaimana seorang pengelola kota atau peranan sebuah fasilitas umum dalam memberikan benefit kepada masyarakatnya.
Benefit yang tidak dimiliki oleh fasilitas umum akan memberikan kesalah faham-an kepada audiens/publiknya. Dan walhasil ini terjadi ketika beliau duduk-duduk di salah satu tempat fasilitas umum di sebuah kota yang akhirnya ditegur oleh pengelola kota tersebut karena beliau dianggap tidak menuruti peraturan dalam kota tersebut.
 “Merasa bahwa anak saya bukan satu-satunya yang duduk di batu, saya kemudian menelusuri semua foto-foto yang diambil sore hari tersebut di area yang sama. Dan, memang terbukti. Lebih dari lima orang yang duduk di batu di tempat yang berbeda. Jadi, apakah yang spontan duduk di batu yang patut dipersalahkan atau si pembuat disain eksterior tersebut yang perlu berpikir ulang terhadap disain batunya? Kata beliau dalam tulisannya, (Sindo : Kamis,  25 Juni 2015  −  10:14 WIB).
Pada saat konsumen mempunyai banyak pilihan di zaman hiperkompetitif seperti sekarang ini, sangat riskan bagi seorang kreator yang hanya onesided memikirkan dari perspektif dirinya sendiri. Ia perlu memasukkan aspek komersialisasi dalam proses kreasinya. Seorang fashion designer boleh saja tetap insist tentang sebuah desain yang menurutnya supercool , tetapi jika orang lain tidak mempunyai apresiasi atau pandangan yang sama, desainnya akan berujung menjadi sebuah masterpiece yang dikurung dalam sebuah kotak kaca saja. (Sindo : Kamis,  25 Juni 2015  −  10:14 WIB).

Produk fashion yang inovatif tentu saja mempertimbangkan aspek kekinian dan kebaruan desainnya, mempunyai ide yang segar dan breakthrough , tetapi tetap menggunakan ‘consumer’ head saat proses penyelesaian karyanya. Menggabungkan ego dari seorang desainer dan pemahaman audiens memang bukan sesuatu yang sederhana, ka-renanya tidak semua orang bisa menembus batas, membuat karya yang memenuhi kaidah ‘cool’, tetapi juga diminati dan digunakan. Bekerja sama dengan seorang ethnographer merupakan cara tercepat untuk memahami apresiasi consumer behavior. Insights tentang consumer/ audiens bisa digali secara lebih mendalam dan multidimensi. (Sindo : Kamis,  25 Juni 2015  −  10:14 WIB).


Nasihat saya untuk pengelola kota, silakan datang dan lihat sendiri bagaimana batu tersebut di-display di tempat yang sangat memungkinkan untuk diduduki. Para desainer dan arsitek harus memahami kultur budaya, lalu mengadopsinya, bukan memeranginya.
(Sindo : Kamis,  25 Juni 2015  −  10:14 WIB).

Dari cerita diatas saya mendapatkan gambaran yang terjadi di dalam pengelolaan sebuah media sosial dan pengelola sebuah fasilitas umum  yang terpenting  dalam membuat sebuah produk baru adalah bagaimana kita mempelajari constumer behavior. Menjadi pengelola media sosial jangan otoritatif di era crowd sourching karena yang dibutuhkan saat ini adalah seorang pengelola media sosial yang mengerti bagaimana menjadi Crowd Leader. Mengelola Crowd- nya dengan baik. Gaya otoriter harus diganti dengan gaya one-of-us. Sudah waktunya meninggalkan gaya brand yang merupakan Center of the World . Kita harus paham bahwa saat ini di era crowd sourcing , brand harus mengubah dirinya menjadi ‘Center of the Crowd’ .    (Sindo : Kamis,  25 Juni 2015  −  10:14 WIB).

Link Asli Tulisan Ibu Etno Amalia


Monday, 5 January 2015

Alun-alun sebagai " CityBranding " suatu kota.

photo by : wiwin
City Branding atau Brand Places merupakan strategi dari suatu tempat atau daerah untuk membuat positioning  
yang kuat sebagai alat promosi dan penguatan akan target market, seperti layaknya positioning sebuah produk atau jasa, sehingga tempat atau daerah tersebut dapat dikenal di seluruh dunia.
Dalam hal ini setiap kota pasti memiliki suatu khas, unik dan ramai. Tempat tempat tersebut, menjadi acuan pengunjung sebelum melihat lebih jauh tentang kota tersebut. seperti halnya alun-alun memiliki suasana yang khas dan unik, yaitu selalu ramai dikunjungi orang, terletak di jantung kota dan terdapat berbagai macam kuliner local. Seperti misalnya di kota batu , alun-alun yang satu ini memiliki arsitektur modern dengan warna-warna ceria yang memutari dinding serta bangunan-banguna berbentuk buah-buahan yang ada di dalamnya menggambarkan keunikan, keceriaan dan kealamian ketika berkunjung ke kota batu. Hal ini tentu menjadikan suasana yang berbeda, serta menjadikan brand tersendiri di benak pengunjung ketika menikmati suasana di area alun-alun.  

upaya yang dilakukan pemerintah setempat ternyata tidak sia-sia pasalnya semakin banyak pengunjung yang berdatangan ke kota batu hal ini menunjukkan branding alun-alun sudah memberikan gambaran yang positif dibenak pengunjung. Ini merupakan sebuah ide yang perlu di gagas di daerah-daerah lain supaya lebih memperhatikan keindahan dan kebersihan alun-alun kota yang merupakan salah satu fasilitas umum yang dapat dinikmati oleh semua kalangan.