Tuesday, 30 June 2015

Invention dan Inovasi - Review dari tulisan Ibu Amalia Maulana






Selamat Malam, di bulan Ramadhan Alhamdulillah kali ini bisa posting lagi semoga apa saja yang kita lakukan menjadi bermanfaat dan barokah ammin. Sedikit ulasan saya terhadap tulisan Ibu Amalia Maulana di salah satu media portal indonesia.

       Dalam pengololaan sebuah kota tentunya kita tak bisa lepas dari  berbagai fasilitas yang di suguhkan kepada masyarakat. Fasilitas umum yang telah banyak kita  jumpai seperti  tempat duduk umum sampai fasilitas yang lebih besar, alun-alun contohnya. Dalam penyediaan fasilitas umum tentunya kita di tuntut untuk dapat memberikan manfaat dari fasilitas yang kita “suguhkan”. Sperti yang dikatakan oleh ibu Amalia melalui tulisanya di koran Sindo : “Innovation bermakna sebuah temuan baru yang mempertimbangkan aspek komersialisasi dan kegunaan bagi audiensnya nanti.” Beliau menjelaskan tentang bagaimana seorang pengelola kota atau peranan sebuah fasilitas umum dalam memberikan benefit kepada masyarakatnya.
Benefit yang tidak dimiliki oleh fasilitas umum akan memberikan kesalah faham-an kepada audiens/publiknya. Dan walhasil ini terjadi ketika beliau duduk-duduk di salah satu tempat fasilitas umum di sebuah kota yang akhirnya ditegur oleh pengelola kota tersebut karena beliau dianggap tidak menuruti peraturan dalam kota tersebut.
 “Merasa bahwa anak saya bukan satu-satunya yang duduk di batu, saya kemudian menelusuri semua foto-foto yang diambil sore hari tersebut di area yang sama. Dan, memang terbukti. Lebih dari lima orang yang duduk di batu di tempat yang berbeda. Jadi, apakah yang spontan duduk di batu yang patut dipersalahkan atau si pembuat disain eksterior tersebut yang perlu berpikir ulang terhadap disain batunya? Kata beliau dalam tulisannya, (Sindo : Kamis,  25 Juni 2015  −  10:14 WIB).
Pada saat konsumen mempunyai banyak pilihan di zaman hiperkompetitif seperti sekarang ini, sangat riskan bagi seorang kreator yang hanya onesided memikirkan dari perspektif dirinya sendiri. Ia perlu memasukkan aspek komersialisasi dalam proses kreasinya. Seorang fashion designer boleh saja tetap insist tentang sebuah desain yang menurutnya supercool , tetapi jika orang lain tidak mempunyai apresiasi atau pandangan yang sama, desainnya akan berujung menjadi sebuah masterpiece yang dikurung dalam sebuah kotak kaca saja. (Sindo : Kamis,  25 Juni 2015  −  10:14 WIB).

Produk fashion yang inovatif tentu saja mempertimbangkan aspek kekinian dan kebaruan desainnya, mempunyai ide yang segar dan breakthrough , tetapi tetap menggunakan ‘consumer’ head saat proses penyelesaian karyanya. Menggabungkan ego dari seorang desainer dan pemahaman audiens memang bukan sesuatu yang sederhana, ka-renanya tidak semua orang bisa menembus batas, membuat karya yang memenuhi kaidah ‘cool’, tetapi juga diminati dan digunakan. Bekerja sama dengan seorang ethnographer merupakan cara tercepat untuk memahami apresiasi consumer behavior. Insights tentang consumer/ audiens bisa digali secara lebih mendalam dan multidimensi. (Sindo : Kamis,  25 Juni 2015  −  10:14 WIB).


Nasihat saya untuk pengelola kota, silakan datang dan lihat sendiri bagaimana batu tersebut di-display di tempat yang sangat memungkinkan untuk diduduki. Para desainer dan arsitek harus memahami kultur budaya, lalu mengadopsinya, bukan memeranginya.
(Sindo : Kamis,  25 Juni 2015  −  10:14 WIB).

Dari cerita diatas saya mendapatkan gambaran yang terjadi di dalam pengelolaan sebuah media sosial dan pengelola sebuah fasilitas umum  yang terpenting  dalam membuat sebuah produk baru adalah bagaimana kita mempelajari constumer behavior. Menjadi pengelola media sosial jangan otoritatif di era crowd sourching karena yang dibutuhkan saat ini adalah seorang pengelola media sosial yang mengerti bagaimana menjadi Crowd Leader. Mengelola Crowd- nya dengan baik. Gaya otoriter harus diganti dengan gaya one-of-us. Sudah waktunya meninggalkan gaya brand yang merupakan Center of the World . Kita harus paham bahwa saat ini di era crowd sourcing , brand harus mengubah dirinya menjadi ‘Center of the Crowd’ .    (Sindo : Kamis,  25 Juni 2015  −  10:14 WIB).

Link Asli Tulisan Ibu Etno Amalia